Kamis, 31 Desember 2009
Selamat tahun baru 2010
Anyeong hasimnika
Hanya dalam hitungan jam kita semua akan meninggalkan tahun 2009 dan memasuki tahun baru 2010. Semua orang (mungkin juga termasuk anda dan saya) sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk merayakan pergantian tahun ini
Hari di tahun baru, seperti juga di hari-hari sebelumnya… sama juga seperti tahun-tahun yang sudah kita lewati… tidak akan menunggu kita untuk berubah. Dia akan tetap berjalan apa adanya, tidak ada yang baru atau lama. Matahari terbit sama saja dengan hari-hari sebelumnya. Sunset di hari tahun baru juga bukannya lebih indah dari sunset di hari-hari sebelumnya. Karena ini adalah proses. Dan dalam proses ini tak ada yang baru ataupun lama. Dia berjalan… apa adanya… karena dia memang begitu…
Pernahkah kita merenungkan bahwa betapa beruntungnya kita karena masih dapat mendengar, sedangkan di sisi lain ada orang yang tidak bisa mendengarkan suara orang-orang yang dicintainya? Seberapa sering kita menggunakan pendengaran kita untuk mencari tahu gosip-gosip yang tidak jelas juntrungannya? Tidakkah mendengaran tutur-tutur kejernihan akan jauh lebih bermanfaat?
Kita bukanlah manusia yang sempurna. Namun selalu ada celah untuk memperbaiki diri bagi mereka yang mau berusaha…
“HAPPY NEW YEAR 2010“. Semoga apa yang telah kita PERBUAT tahun ini menjadi sebuah langkah awal menuju perubahan yang lebih baik dari diri sendiri, keluarga, orang-orang yang kita cintai, orang-orang di sekitar kita dan semua makhluk hidup.
MARILAH KITA MENYAMBUT PERGANTIAN TAHUN INI UNTUK MELAKUKAN INTROSPEKSI DIRI, melihat kembali apakah selama setahun ini kita telah melakukan sesuatu yang berarti baik itu untuk diri sendiri maupun untuk orang banyak. Apakah kehidupan kita sudah lebih baik dari tahun sebelumnya.
Kam sa ham ni da
Rabu, 02 Desember 2009
Senin, 23 November 2009
SAMURAI SPIRIT
(Link lengkap dan artikel psikologi olahraga klik di sini)
Pengirim: Okie Nias Setyo S., S.Hum
Dalam banyak literatur, hubungan antara self talk dan penampilan sudah banyak dibahas. Hasilnya, Self talk memang membantu para atlet untuk tampil maksimal seiring dengan kemampuan atletis mereka. Penelitian-penelitian itu antara lain menemukan bahwa atlet-atlet olimpiade serta para pemain tim nasional menggunakan self talk sebagai strategi pembangun motivasi (Hardy, Gammage, & Hall, 2005), self talk untuk mempercepat penguasaan keterampilan (Landin & Hebert, 1999), untuk mengontrol fokus perhatian (Gould, Eklund, & Jakcson, 1992), dan untuk meningkatkan rasa percaya diri (Landin & Hebert, 1983).
Definisi self talk sendiri adalah sebuah fenomena multidimensi yang berkaitan dengan verbalisasi yang dilakukan oleh atlet yang ditujukan pada diri mereka sendiri (Hardy, hall, & Hardy, 2005). Secara sederhana self talk adalah berbicara pada dirinya sendiri. Hampir setiap saat seseorang melakukan apa yang disebut dengan self talk ini, baik dalam bentuk yang posisif maupun negatif. Self talk yang positif adalah ucapan-ucapan yang positif kepada diri sendiri sepert “kamu mampu mengatasi lawan”, “pecahkan rekormu sendiri”, dan sebagainya. Sedang self talk negatif adalah ucapan-ucapan yang mengandung unsur ketidakpercayaan diri seperti, “Duh, kok lawan tampil hebat ya?”, “Aku pasti kalah”, dan sebagainya.
Penelitian yang dilakukan oleh Araki, dkk., ini mencoba mencari tahu seberapa efektif self talk terhadap penampilan seorang atlet. Penelitan eksperimental ini dilakukan kepada 125 pelajar. Mereka harus mengisi dua buah questionnaire, yakni Belief in Self-Talk Questionnaire serta Type of Self-Talk Questionnaire. Kuesiner pertama bertujuan melihat seberapa besar keyakinan subjek terhadap teknik Self-Talk, sedang kuesioner kedua bertujuan untuk melihat jenis-jenis Self-Talk yang digunakan dan diberikan sebelum dan sesudah subjek melakukan aktivitas keseimbangan dalam alat yang bernama Stabilometer.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek yang mempunyai skor tinggi dalam Belief of Self Talk Questionnaire mampu menjaga keseimbangan dalam waktu yang lebih lama dibandingkan subjek yang tidak begitu tinggi dalam mengisi kuesioner serupa. Temuan lain adalah tipe-tipe self talk yang paling sering dipakai adalah kategori Fokus (85 %), kemudian Instruksional (65%), Motivasional (50%), menenangkan (49%), performance worry (26%), keraguan pada diri(15%), dan frustrasi (14%).
Dari penelitian tersebut bisa dilihat bahwa Self-Talk masih efektif untuk meningkatkan kualitas penampilan. Hal ini menguatkan bahwa Self-Talk menjadi salah satu metode yang harus dilatihkan kepada para atlet dalam mencapai prestasi yang tertinggi. Alasan dasarnya adalah Self-Talk mengajari seseorang untuk selalu waspada dan berpikiran positif terhadap diri sendiri. Ketika seorang atlet sudah mulai ragu dengan penampilannya, dan mulai mengatakan hal-hal yang negatif berkaitan dengan diri dan kemampuan dirinya, maka kemampuan potensial atlet tersebut dengan sendirinya akan berkurang. Efeknya, kepercayaan diri, motivasi akan menurun dan keraguan serta kecemasan akan meningkat.
Pemilihan tipe-tipe self talk juga sangat mempengaruhi penampilan. Untuk itulah, proses pengajaran self talk harus benar-benar terfokus sehingga bisa menambal kekurangan seorang atlet dalam hal kualitas mental. Seorang atlet yang mempunyai kecenderungan lemah dalam hal motivasi, maka dia harus diajarkan untuk melakukan self talk yang bersifat motivasional, begitu juga dengan atlet yang kurang dalam mengatasi kecemasan atau rasa kuatir, maka atlet tersebut harus banyak diajak untuk melatih self talk calming (menenangkan).
Minggu, 18 Oktober 2009
Jumat, 16 Oktober 2009
Kesiapan Mental Atlet
Oleh Pudji Susilowati S.Psi
Jakarta, 23/06/2008
Beberapa waktu lalu, atlet-atlet kita berjuang untuk memperebutkan piala Thomas dan Uber Cup. Sayangnya tim Thomas dan Uber kita belum berhasil. Tentunya, kegagalan ini menyisakan kekecewaan dan tanda tanya pada sebagian besar masyarakat kita, mengapa team andalan kita kalah. Namun di setiap kejadian pasti ada hikmahnya, karena kita harus belajar dan menganalisa di mana letak kelemahan yang perlu dikelola dan diperbaiki.
Keberhasilan seorang atlet ditentukan oleh kesiapan fisik dan mental. Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performance atlet baik saat latihan maupun saat bertanding. Coba Anda bayangkan, jika sebelum bertanding sang atlet mengalami cek cok berat dengan keluarganya, amat mungkin jika situasi itu mempengaruhi kestabilan emosi, daya konsentrasi dan menguras energi. Contoh lain, jika sebelum bertanding sang atlet kurang memiliki kesiapan mental menghadapi lawan yang berat sehingga timbul keraguan yang besar dan rasa tidak percaya diri yang menghalangi kemampuannya untuk tampil optimal.
Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika sejak dini, soal membina kesiapan mental atlet menjadi porsi yang penting agar masalah kepribadian dan konflik-konflik sang atlet dapat dikelola dengan baik sehingga ia tetap tampil optimum.
Pentingnya Kesiapan Mental Bagi Atlet
Stress sebelum bertanding adalah hal yang lumrah, namun mampu mengelola stress atau tidak adalah sebuah kemampuan yang harus ditumbuhkan. Stress bisa jadi pemicu semangat dan motivasi untuk maju, namun stress berlebihan bisa berdampak negatif. Tanpa kesiapan mental, sang atlet akan sulit mengubah energi negative (misal, yang dihasilkan dari keraguan penonton terhadap kemampuan sang atlet) menjadi energi positif (motivasi untuk berprestasi) sehingga akan menurunkan performancenya (dengan gejala-gejala sulit berkonsentrasi, tegang, cemas akan hasil pertandingan, mengeluarkan keringat dingin, dll). Bahkan sangat mungkin jika sang atlet terpengaruh oleh energi negatif para penonton.
Faktor penentu
Urusan energi dan emosi begitu signifikan dampaknya bagi prestasi dan penampilan sang atlet, sementara kita tidak bisa mensterilkan atlet dari masalah yang datang dan pergi dalam kehidupannya. Namun jika ditelaah, rupanya menurut Nasution (2007) ada beberapa faktor yang menentukan mudah tidaknya seorang atlet terpengaruh oleh masalah.
1. Berpikir positif
Bisa atau tidaknya seorang atlet berpikir positif, bisa mempengaruhi mentalitasnya di lapangan. Kemampuan menemukan makna dari tiap peluang, event, situasi, serta orang yang dihadapi adalah cara untuk menimbulkan pikiran positif. Sering terdengar bahwa pemain A atau B tidak terduga bisa memenangkan pertandingan padahal targetnya adalah berusaha main sebaik mungkin. Alasannya, karena lawannya bagus dan pertandingan ini jadi moment penting untuk meng up grade kualitas diri dan permainannya. Artinya, sang atlet mampu melihat sisi lain yang membuat dirinya tidak terbebani ambisi. Pikiran rileks dan focus pada permainan berkualitas akhirnya mempengaruhi sikap atlet tersebut saat bertanding dimana ia jadi berhati-hati dan cermat dalam proses, dan tidak grasah grusuh ingin cepat-cepat mencetak skor.
Jadi, pikiran positif bisa menggerakkan motivasi yang tepat, sehingga mengeluarkan besaran energi dan tekanan yang tepat untuk menghasilkan tindakan konstruktif. Dampaknya bisa beragam, bisa kerja sama yang baik, performance yang optimum, atau pun kemenangan.
2. Motivasi
Tingkat motivasi dan sumber motivasi atlet akan mempengaruhi daya juangnya. Kalau kurang termotivasi, otomatis daya juangnya pun kurang. Kalau highly motivated, maka daya juangnya juga tinggi. Kalau sumber motivasi ada di luar (ekstrinsik), maka kuat lemahnya daya juang sang atlet pun sangat situasional, tergantung kuat lemah pengaruh stimulus. Contoh, makin besar hadiahnya, makin kuat daya juangnya. Makin kecil hadiahnya, makin kecil usahanya.
Yang paling baik jika sumber motivasi ada di dalam diri, tidak terpengaruh cuaca apalagi iming-iming hadiah. Atlet yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, maka sejak awal berlatih dia sudah secara konsisten dan persisten mengusahakan yang terbaik. Kepuasannya terletak pada keberhasilannya untuk mencapai yang terbaik di setiap tahap proses latihan, bukan hanya saat bertanding. Masalah yang ada pasti punya pengaruh, namun selama motivasi internalnya kuat, atlet tersebut mampu untuk sementara waktu menyingkirkan beban emosi yang dirasa memperberat gerakannya.
3. Sasaran yang jelas
Mengetahui sejauh mana dan setinggi apa sasaran yang harus dicapai, mempengaruhi tingkat daya juang, usaha dan kualitas tempur atlet. Sementara, ketidakpastian bisa melemahkan motivasi. Ketidakpastian ini bentuknya beragam. Kalau tidak jelas siapa musuhnya, sasarannya,
4. Pengendalian emosi
Ketidakmampuan mengendalikan emosi bisa mengganggu konsentrasi dan keseimbangan fisiologis. Pengendalian emosi tidak bisa muncul dalam semalam, karena sudah menjadi bagian dari kepribadian atlet. Hal ini bukan berarti tak bisa dirubah, namun perlu proses untuk mengembangkan kemampuan mengelola emosi dengan proporsional. Jadi, kalau atlet tersebut masih punya masalah dalam pengendalian emosi, maka dia lebih mudah terstimulasi oleh berbagai masalah apapun bentuknya, entah itu kelakuan penonton / supporter, sikap pelatih, tindakan teman-temannya, dsb.
5. Daya tahan terhadap stress
Jika tingkat stres berada di atas ambang kemampuan sang atlet dalam memanage stresnya maka akan mengakibatkan prestasi atlet menurun, namun jika tingkat stres berada dibawah ambang maka atlet tidak akan termotivasi untuk berprestasi. Jika tingkat stres berada pada level toleransi kemampuannya maka atlet akan mampu berprestasi.
6. Rasa percaya diri
Kurangnya rasa percaya diri akan mempengaruhi keyakinan dan daya juang sang atlet. Masalah yang muncul saat berlatih maupun bertanding bisa saja memperlemah rasa percaya dirinya, meski sang atlet sudah berlatih dengan baik. Apalagi jika masalah yang dihadapi berkaitan dengan konsep dirinya. Misalnya, sang atlet selalu memandang dirinya kurang baik, kurang sempurna, maka seruan "uuuuuu" penonton bisa dianggap konfirmasi atas kekurangan dirinya, meskipun pada kenyataannya atlet tersebut tergolong berprestasi.
7. Daya konsentrasi
Atlet yang punya kemampuan konsentrasi tinggi, cenderung mampu mempertahankan performance meski ada gangguan, interupsi atau masalah. Kalau daya konsetrasi atlet rendah, maka ia mudah melakukan kesalahan jikalau terjadi interupsi baik saat latihan maupun pertandingan.
8. Kemampuan evaluasi diri
Kemampuan evaluasi ini juga diperlukan untuk melihat hubungan antara masalah dengan performance-nya. Tanpa kemampuan untuk melihat ke dalam, atlet akan terjebak dalam masalah dan kesalahan yang berulang.
9. Minat
Jika si atlet memang memiliki minat yang tinggi pada cabang olahraga yang dipilihnya maka ia akan melakukan olahraga tersebut sebagai suatu kesenangan bukan sebagai beban.
10. Kecerdasan (emosional dan intelektual)
Kecerdasan emosional dan intelektual merupakan elemen yang dapat memproduksi kemampuan berpikir logis, obyektif, rasional serta memampukannya mengambil hikmah yang bijak atas peristiwa apapun yang dialami atau siapapun yang dihadapi.
Faktor-faktor tersebut di atas menjadi PR bagi setiap atlet dan bukan semata-mata PR pelatih karena justru faktor tersebut berkaitan erat dengan dunia internal sang atlet. Keberadaan pelatih sangat penting, namun kemauan dan usaha keras pihak atlet lebih menentukan tingkat keberhasilan maupun prestasinya. Inisiatif untuk memperbaiki diri atau mengembangkan sikap mental positif lebih terletak pada atlet dari pada pelatih. Bagaimana pun juga, perubahan yang dipaksakan dari luar, hasilnya tidak efektif, malah bisa menimbulkan problem serius.
Peran pelatih dalam membina kesiapan mental atlet
Tidak ada jalan pintas untuk membina kesiapan mental seseorang termasuk atlet, dan tidak ada jalan pintas bagi atlet untuk sampai pada prestasi puncak. Perlu kerja sama yang baik antara atlet dengan Pembina atau pelatihnya. Menurut Karyono (2006), pelatih diharapkan menjadi konselor yang mampu memahami karakter atlet asuhannya dan bisa memberikan bimbingan yang konstruktif terutama untuk membangun kesiapan dan kekuatan mental. Beberapa hal yang dibutuhkan oleh atlet:
1.Giving encouragement than criticism
Sikap dan kata-kata pelatih most likely akan didengar dan dipercaya oleh atlet asuhannya. Jika pelatih mengatakan atletnya buruk, lemah, payah, bisa ditunggu dalam beberapa waktu kemudian kemungkinan atlet tersebut akan lemah dan payah. Meski pelatih dituntut untuk tetap jujur dalam memberikan opini dan penilaian, namun hendaknya opini dan penilaian tersebut sifatnya obyektif dan rasional, bukan emosional. Kata-kata kasar yang bersifat melecehkan atau menghina, lebih menjatuhkan moral daripada menggugah semangat.
2.Respect
Relasi yang sehat antara pelatih dan atlet jika di antara keduanya ada sikap saling menghargai. Pelatih memotivasi, menempa mental dan skill ke arah pengembangan diri atlet. Kemampuan untuk menghargai, membuat hubungan antara keduanya tidak bersifat manipulative, saling memanfaatkan. Terkadang tanpa sadar, atlet memanfaatkan pelatih maupun bakatnya sendiri untuk ambisi yang keliru dan pelatih juga menggunakan atlet sebagai extension of her/his image. True respect, mendorong pelatih untuk tahu apa kebutuhan sang atlet; dan mendorong atlet untuk menghargai eksistensi pelatih sebagai orang yang mendukungnya mencapai aktualisasi diri.
3.Realistic Goal
Sasaran realistik harus ditentukan dari awal supaya baik pelatih dan atlet, bisa menyusun break down planning & target. Sas
aran harus menantang tapi realistis untuk dicapai. Sasaran yang tidak realistik bisa membuat atlet minder, inferior, atau jadi terlalu percaya diri, overestimate self karena terlalu yakin dirinya sanggup dan pantas untuk jadi juara.
4.Problem Solving
Siapapun bisa terkena masalah, baik pelatih maupun atletnya. Pelatih yang bijak mampu mendeteksi perubahan sekecil apapun dari atlet asuhannya yang bisa mempengaruhi kestabilan emosi, konsentrasi dan prestasi. Perlu pendekatan yang tulus untuk membicarakan kendala atau problem yang dialami atlet supaya bisa menemukan sumber masalah dan mencari penyelesaian yang logis. Jika sang atlet punya masalah dalam mengendalikan kecemasan sebelum bertanding, maka pelatih bisa mengajaknya menemukan sumber kecemasan dan mengajarkan untuk berpikir logis dan rasional. Pelatih bisa memotivasi atlet mengingat momen-momen paling berkesan yang dialaminya dan me review proses yang mendorong keberhasilan di masa lalu. Selain itu, relaksasi progresif (relaksasi otot) dan latihan pernafasan juga bermanfaat menurunkan ketegangan.
5.Self awareness
Atlet perlu dibekali cara-cara pengendalian emosi yang sehat supaya ia bisa me-manage kesuksesan maupun kegagalan secara rasional dan proporsional. Ketidakmampuan me-manage kesuksesan bisa membuat atlet lupa daratan karena self esteemnya melambung, sementara kegagalan bisa membuat atlet depresi karena melupakan kemampuan aktualnya. Oleh sebab itu, atlet juga perlu didorong untuk mengenal siapa dirinya, mengetahui dimana kelemahan dan kelebihannya secara realistik, dan memahami di mana titik rentan diri yang perlu di kelola dengan baik. Jika atlet punya pengenalan diri yang proporsional, ia cenderung lebih aware dan prepare terhadap berbagai kemungkinan yang bisa terjadi.
6. Managing stress and emotion
Managing emotion juga terkait erat dengan pengenalan diri. Atlet yang bisa mengenal dirinya, akan tahu kecenderungan reaksinya dan dampak dari emosinya terhadap diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu, pelatih perlu berdiskusi bersama atletnya, hal-hal apa saja yang membuat atlet-atletnya merasa senang, marah, sedih, cemas, dll dan mengenalkan alternative pengendalian emosi. Pengendalian emosi yang sehat, akan mengembangkan ketahanan terhadap stress karena tidak ada penumpukan emosi yang membebani diri dan membuat energy bisa digunakan untuk hal-hal yang produktif.
7. Good interpersonal relation
Hubungan baik dan tulus, jujur dan terbuka antara atlet dan pelatih, bisa memotivasi atlet secara positif. Rasa tidak percaya, tidak mau terbuka, jaim (jaga image), akan mendorong hubungan kearah yang tidak sehat di antara kedua belah pihak. Sikap terbuka dan jujur ini hendaknya sejak awal di tunjukkan oleh pelatih sebagai role model bagi para atlet binaannya. Mengkomunikasikan tujuan, harapan, kritikan (konstruktif), masukan, perasaan, pendapat, kendala bahkan terbuka terhadap kekurangan dan kelebihan diri sendiri akhirnya bisa jadi budaya positif yang membantu para atlet membangun sikap mental positif.
Bagaimana pun juga, menang atau kalah merupakan hal yang biasa dalam sebuah pertandingan. Oleh karenanya, setiap pelatih perlu mentransfer tidak hanya keahlian dan ketrampilan namun juga sikap mental yang benar. Punya keahlian namun tidak didukung sikap mental yang dewasa salah-salah bisa membawa dampak yang tidak diharapkan. Semoga dengan pembahasan ini, baik dari pihak atlet maupun pelatih sama-sama melihat pentingnya membangun sikap mental yang kuat untuk mendukung prestasi atlet di lapangan, maupun dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Mari kita beri support atlet-atlet kita! Semoga bermafaat. Maju terus atlet Indonesia!
Daftar Pustaka
Karyono, 2006. Sang Juara Harus Dicetak. Majalah Psikologi Plus, Edisi Juli 2006.
Nasution, Y. (2007) Latihan Mental Bagi Atlet
Sajembara Logo
SAJEMBARA LOGO KHASOES
Kepada seloeroeh ra'jat khasoes, dima'loemkan bahwasannya Karadjaan Khasoes jang kita tjintai ini akan menjelenggarakan sajembara (Open Tender) oentoek menentoekan logo Khasoes. Adapoen ketentuannja jaitu jang tertera di bawah ini.
1. Sajembara ini terboeka hanja oentoek ra’jat Khasoes (Peserta haroes ra’jat Khasoes) dan aloemni senior.>
2. Logo haroes berkesan formal dan tidak kekanak-kanakan (boekan cartoon, goenakan nama resmi karadjaan [Moners Bekasi], djika menggoenakan nama).>
3. Logo melambangkan 8 (delapan) orang pendiri karadjaan.>
4. Logo berkelir, boekan hitam-poetih/ monochrome.>
5. Logo diserahkan dalam format gambar *.jpg.>
6. Logo dikirim ke e-mail Patih Tjarik Sabeom Okie: ibnu_edi@yahoo.com dengan djoedoel ‘logo Khasoes’, dan menjeboetkan nama pengirim serta dodjangnja.>
7. Logo dikirim paling lambat tanggal 31 boelan 10 taoen ini.>
8. Setiap pengirim boleh mengirim lebih dari 1 (satoe) logo.>
9. 5 (lima) logo terbaik sesoeai minat radja dan para patih akan dipollingkan di blog ini selama boelan 11.>
10. Sajembara ini GRATIS, tidak dipoengoet oepeti sepeser poen.>
11. Logo pemenang Polling akan disahkan sebagai logo resmi karadjaan.>
12. Pemenang akan mendapatkan oepeti menarik.>
Demikian sajembara ini dima’leomkan. Pertanjaan lebih landjoet dapat dilayangkan ke Patih Tjarik Sabeom Okie, ataoe langsoeng ke Padoeka Radja Sabeom Nim Sahroel.
Ttd.
Patih Tjarik Sabeom Okie.
Senin, 12 Oktober 2009
5 Fakta HIV/AIDS Yang Perlu Diketahui Remaja !!!!
Info lebih lanjut, klik di sini.
PERLUKAH BELAJAR BELA DIRI SEJAK USIA MUDA ???
oleh : Koeshadiyanto S.Psi
tanggal :12/09/2001
Pertama-tama, dalam mengarahkan anak untuk menyukai olah raga bela diri adalah dengan mengenalkan pada mereka supaya bisa menaruh minat terhadap olah raga bela diri yang dipilihnya,setelah itu kita tinggal memberikan motivasi dan mengawasi perkembangannya, tentunya harus disesuaikan dengan usia mereka, maka disarankan untuk memilih instruktur atau pelatih yang mengerti betul perkembangan dan karakteristik dari mental anak-anak bila mereka sudah mulai berlatih di salah satu cabang olah raga bela diri.
Banyak penelitian mengenai efek latihan olah raga pada usia muda, misalnya pada pertumbuhan tulang dan otot-otot, efesiensi persepsi motorik dan kemampuan akademik. Dari hasil penelitian ternyata anak-anak usia muda harus melakukan latihan yang cukup setiap harinya, ini demi pertumbuhan dan fungsi badan menjadi normal.
Termasuk pula bila berlatih bela diri sejak dini yaitu melatih sikap dan perasaan mengenai dirinya sendiri dan orang lain, hal ini mudah dirasakan oleh mereka bila mereka memukul sembarangan akan menyakiti orang lain, sebagaimana bila merka kena pukul. Dan akhirnya perkembangan keterampilan psikomotorik gerak anak lebih berkembang dengan melakukan gerak-gerak jurus atau "kata" sehingga anak menjadi lebih ekspresif dan kreatif.
Dalam bela diri gerakan-gerakan memukul,menendang,menangkis,menghindar dan meloncat, serta keterampilan yang lebih kompleks seperti memperagakan jurus-jurus atau "kata" dapat digolongkan sebagai keterampilan fisik yang penting atau dalam bahasa ilmiah yang sering digunakan istilah neuromuskuler atau motorik. Manfaatnya dapat ditransfer dalam kegiatan sehari-hari anak menjadi lebih lincah dan mampu melakukan gerakan sehari-hari dengan tidak kaku.
Jumat, 09 Oktober 2009
Latihan Gabungan Ke-2,Tanggal 18 Oktober 2009
Karena pentingnya acara tersebut,kepada para Taekwondoin Geup V-Geup I diharapkan hadir dengan membawa tugas yang telah di berikan oleh Sabeum Andri...
Cara untuk menjadi Follower di Blogs Khasoes adalah sebagai berikut:
Step 1 : klik follow(with google friend connect)
Step 2 : akan muncul Tab baru dengan Task Bar bertulisan IKUTI KHASOES TAEKWONDO BLOG.kemudian ada tampilan Google,AIM and Yahoo....pilih yg sesuai dengan e-mail kalian punya dan passwordnya sesuai dengan password e-mail yang kalian punya....
Kemudian ikuti step-step selanjutnya yang mudah..yg paling rumit hanya step 1 dan 2.
Geup V-Geup I untuk menjadi Follower Blog Khasoes ditunggu paling telat tanggal 17 Oktober 2009 jam 23.59 wib...
Terima kasih
Humas Khasoes Taekwondo Club
Rabu, 07 Oktober 2009
Apakah Anak Anda Terlibat "GENG" ???
Oleh : Ubaydillah, AN
Suatu hari, kawan saya yang dari Aceh dikirim Jakarta untuk mengikuti pelatihan tentang penanggulangan anak-anak yang terkena bencana. Karena sudah lama tidak jumpa, saya ajak dia mampir ke rumah. Di tengah jalan, kawan ini melihat beberapa remaja membawa gitar, berpakaian hitam-hitam, dengan aksesoris dari besi yang menempel di sekujur tubuhnya, rambutnya gondrong dan dandanannya menakutkan.
- Dia mulai berteman dengan salah seorang anggota geng tertentu dan makin lama makin akrab.
- Dia mulai terobsesi untuk memiliki pakaian dengan warna tertentu dan model tertentu yang merepresentasikan simbol geng tertentu.
- Dia menggunakan aksesoris dengan desain khusus untuk menciptakan image tertentu atau yang berkaitan dengan gengnya.
- Dia sudah terobsesi untuk mendengarkan musik, menonton film, atau menempel poster beberapa figur yang menjadi tokoh rujukan gengnya.
- Dia mulai kurang akrab dengan keluarga atau menunjukkan pemberontakan terhadap aturan-aturan yang berlaku dalam keluarga. Mulai menunjukkan rasa tidak betah di rumah. Kalau keluarga punya acara di luar kota atau di luar rumah, dia menunjukkan tanda-tanda lebih senang ditinggal.
- Dia menunjukkan kebutuhan yang berlebihan untuk memiliki privasi di rumah, misalnya hapenya disimpan di tempat yang tidak diketahui orangtua, kamarnya dikunci di lantai atas, dan seterusnya.
- Dia mulai menggunakan bahasa--bahasa isyarat ketika berkomunikasi dengan temannya atau menggunakan istilah yang hanya bisa dipahami oleh limited people.
- Dia mulai suka minta uang yang di luar budget resmi dengan alasan-alasan yang didesain secanggih mungkin, misalnya untuk membayar ujian susulan, untuk membeli buku anu, dan lain-lain. Kalau ibunya kurang percaya, dia bisa minta bantuan ke temannya untuk membangkitkan trust sang ibu.
- Dia secara hati-hati menggunakan uang itu untuk membeli pakaian atau aksesoris tertentu. Kalau tidak disimpan di rumah temannya yang kost, pakaian itu biasanya disembunyikan di tempat yang bagus.
- Punya agenda di luar yang tidak jelas dan tidak mau / merasa keberatan diintai, dibuntuti, atau diketahui orang tua
Dari banyak kasus, anak-anak yang lari ke geng, terutama geng yang negatif itu, umumnya punya riwayat hubungan yang kurang harmonis dengan keluarga. Kurang harmonis di sini pengertiannya adalah: antara ada ketegangan (konflik) atau tidak adanya mutual-care (saling memperhatikan) sebagai bukti adanya ketidakdekatan emosional, spiritual, atau intelektual.
Beberapa pendekatan
Kalau kita iseng bertanya ke orang dewasa yang ada di sebelah kanan-kiri kita, mungkin hanya sedikit yang tidak pernah mbadung waktu masih muda. Yang berbeda adalah kadarnya dan tingkat bahaya yang ditimbulkannya. Begitu juga dengan anak kita saat ini. Satu sisi terkadang ada kewajaran kalau anak remaja atau pemuda itu harus "lain" atau ngetren sebagai konsekuensi dari eksplorasi-diri. Tetapi, pasti kita punya harapan agar jangan sampai anak kita itu terbawa arus geng terlalu jauh. Untuk mengantisipasi dan mengatasinya, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan. Ini antara lain:
- Jujur dan terbuka pada anak, adalah kunci relasi yang sehat. Kalau orang tua tidak jujur pada anak (suka menutupi kelemahan, main image, power and control, otoriter demi image dan hormat, membohongi anak, bisa bikin janji yang tidak ditepati, dsb) anak juga tidak percaya pada orang tuanya. Prinsipnya, kalau kita suka bohong, maka kita cenderung berpikir bahwa orang lain cenderung tidak jujur pada kita. Nah, jadi relasi yang terbentuk adalah relasi yang palsu, manis di luar tapi dingin di dalam. Anak akan cari ekspresi jujur di luar rumah, entah dengan geng nya, atau dengan teman-teman kelompok lain, yang membuat mereka bisa feel at home (terutama dengan diri sendiri).
- Rendah hati. bukan cuma anak yang harus belajar rendah hati, tapi orang tua juga perlu belajar dari anak untuk bisa rendah hati. Minta maaf kalau salah, bertanya kalau tidak tahu, minta diajari kalau ingin bisa pintar, dsb. Orang tua bukan superman yang bisa semua. Orang tua juga manusia yang pasti punya keterbatasan. Akui saja, supaya antara anak dan orang tua, ada rasa saling menghargai. Anak tidak merasa dikecilkan, tapi dihargai keberadaannya sebagai manusia.
- Menolong / mengajak bicara / melakukan pendekatan pada anak, terutama kalau mereka terlihat gusar atau menyimpan masalah tanpa bersikap mendesak atau mengancam supaya anak tahu there's a shoulder to cry on and there's someone to rely on.
- Mengajak / memberi kesempatan dan dorongan agar mereka terlibat dalam kegiatan positif sesuai kemampuan, keadaan, dan kecenderungannya, misalnya saja: olahraga, musik, perpustakaan, kajian, pengajian, kegiatan sosial, atau lainnya
- Meningkatkan kedekatan dengan guru di sekolah, terutama yang tahu banyak tentang dirinya, seperti wali kelas atau guru pembimbing tertentu.
- Mengajak berdialog untuk menyepakati aturan, disiplin, atau batasan tertentu. Buatlah secara fair (bisa dijalankan menurut akal sehat), dan jalankan secara konsisten dan fleksibel.
- Menambah pengetahuan dan informasi tentang siapa saja teman anak kita. Plus, mulai membangun keakraban dengan orangtua mereka untuk membicakan anaknya.
- Bersikap lebih terbuka dengan pergaulan anak, mengajak teman-teman anak datang ke rumah untuk kenal lebih dekat. Sikap judgmental dan melarang anak berteman secara keras hanya makin memperlebar jarak hubungan antara orang tua dengan anak
- Tetap menunjukkan sikap respek, bukan sikap menantang konflik atau kebencian
- Mendisiplinkan pengucuran dana atau pengawasannya dengan hukum logika. Setiap dana yang dikucurkan harus didukung oleh alasan dan maksud yang rasional, dan dapat dipertanggungjawabkan. Ada uang, ada konsekuensi, ada tanggung jawab, ada laporan.. Dengan demikian, orang tua bisa bersikap obyektif, pada saat memberi uang pun pada saat tidak mau memberi uang. Anak tahu alasan logisnya. Jangan sampai, kita mau kelihatan galak dan ditakuti, tapi gampang dimanipulasi.
- Mencari informasi tentang geng anak kita. Informasi bisa didapat dari temannya yang belum terlibat, guru sekolah, tokoh gaul, kepolisian, atau internet.
- Meng-update informasi tentang di mana anak kita pada jam-jam kosong, misalnya habis pulang sekolah atau kuliah. Banyak orangtua yang dibohongi anak dan baru tahu setelah nasi menjadi bubur. Networking di sini diperlukan, untuk membuat jarring pengaman bagi anak. Caranya, mengenal teman-teman anak dan orang tua mereka masing-masing, tahu tempat2 pergi dan les serta kegiatan lain dan tahu nomer telpon penting.
- Membangun hubungan yang harmonis di dalam keluarga, misalnya membiasakan dialog untuk menyelesaikan konflik, saling memberi nasehat, dan lain-lain.
- Menjadikan rumah sebagai tempat untuk mengaktualisasikan-diri bagi para anggota keluarga untuk sama-sama menjadi orang yang selalu berubah ke arah yang lebih baik (learning together).